"CINTA TIDAK BERUPA TATAPAN SATU SAMA LAIN, TETAPI MEMANDANG KELUAR BERSAMA KE ARAH YANG SAMA." - B.J. Habibie

Minggu, 01 Maret 2020

Makalah Manajemen (Dinamika Konflik dalam Organisasi)

MAKALAH
DINAMIKA KONFLIK DALAM ORGANISASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Umum pada Program Study Sistem Informasi
Dosen Pembimbing :
Eva Sutihat, SE. MM.


Disusun oleh :
MUHAMAD MATIN            E11160085


PROGRAM STUDY SISTEM INFORMASI
FAKULTAS INFORMATIKA DAN KOMPUTER
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
TAHUN 2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak dapat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di  indonesia misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat tersebut statis , tidak maju dan tidak berubah.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Karena luasnya bidang dimana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebut maka bilamana seseorang hendak membuat penelitian perlulah terlebih dahulu ditentukan secara tegas, perubahan apa yang dimaksudnya dasar penelitiannya mungkin tak akan jelas, apabila hal tersebut tidak dikemukakan terlebih dahulu.
Organisasi adalah suatu tempat di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain. Organisasi bisa terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dituju. Setiap anggota yang ada di dalam organisasi, secara langsung ataupun tidak langsung harus yakin dengan apa yang menjadi prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang ditentukankan dapat berjalan dengan baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi pasti pernah mengalami konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi atau anggota di dalamnya. Konflik yang terjadi bisa karena permasalahan yang sangat sepele ataupun permasalahan yang benar-benar penting.
Adanya sekelompok orang di dalam organisasi tersebut pasti juga terdapat beberapa pemikiran dan pendirian yang berbeda-beda. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu timbulnya konflik. Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Jadi, jika konflik sudah teridentifikasi sejak awal, dicarikan langkah penyelesaian yang lebih dini, maka relatif lebih mudah dalam penanganan konflik. Kebijakan-kebijakan dan cara anggota berkomunikasi yang diterapkan pada suatu organisasi sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap unsurnya.
Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Oleh sebab itu, penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesaian konflik. Sebuah realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena berkaitan erat dengan proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak yang tidak negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi. Dan semua anggota bisa menjadikan konflik dalam organisasi sebagai sebuah pembelajaran dan bagian pertimbangan atas banyaknya pemikiran-pemikiran yang berbeda pada setiap anggota organisasi

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian konflik ?
2.      Apa pengertian Perubahan Sosial, Kebudayaan dan Konflik ?
3.      Apa saja jenis-jenis konflik ?
4.      Bagaimana metode penyelesaian konflik ?
5.      Apa konflik structural ?
6.      Apa konflik lini dan staf ?

1.3.Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebaga berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian konflik;
2.      Untuk mengetahui pengertian Perubahan Sosial, Kebudayaan dan Konflik;
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis konflik;
4.      Untuk mengetahui metode penyelesaian konflik;
5.      Untuk mengetahui konflik structural;
6.      Untuk mengetahui konflik lini dan staf.

1.4. Manfaat Pembahasan
1.      Hasil penyusunan makalah ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan yang positif bagi pelaksanaan proses pembelajaran;
2.      Hasil penyusunan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pengamat sendiri guna meningkatkan profesionalisme dibidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
3.      Hasil penyusunan makalah ini diharapkan berguna untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konsep Sistem Informasi.

1.5. Metode Penulisan
Metode penyusunan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka dan searching.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja  configere yang artinya saling memukul. Dilihat dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu. Hal itu lalu menimbulkan perbedaan yang menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Karena ciri-ciri individu dibawa dalam hal interaksi sosial, konflik merupakan hal yang wajar. Dalam kehidupan sehari-hari tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Definisi konflik menurut para ahli:
Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another. Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
Daniel Webster, mendefinisikan konflik sebagai:
-          Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
-          Keadaan atau perilaku yang bertentangan.
Robbins, merumuskan konflik sebagai sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap ada oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah persepsi dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada. Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai bernuansa konflik ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.
Selanjutnya, setiap konflik dalam organisasi konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, oposisi (lawan), kelangkaan, dan blokade. Di asumsikan pula bahwa ada dua pihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumber daya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh sumber daya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi konflik.
Cathy A Constantino dan Chistina Sickles Merchant, menyatakan bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.
Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.
Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negative.

2.1.1.      Sumber-Sumber Konflik Organisasional
Berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Kebutuhan untuk membagi sumber daya yang terbatas
2.      Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan.
3.      Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja
4.      Perbedaan nilai-nilai atau persaepsi
5.      kemenduaan organisasional
6.      Gaya-gaya individual

2.2  Perubahan Sosial dan Kebudayaan
2.2.1. Perubahan Sosial
2.2.1.1 Konsep Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial merupakan suatu proses yang bermula sejak manusia hidup bermasyarakat. Proses itu tidak pernah berhenti sampai kapanpun, karena manusia selalu menciptakan hal-hal baru dalam hidupnya. Secara umum perubahan sosial merupakan perubahan dalam segi struktur sosial dengan hubungan sosial. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa ahli mendefinisikan perubahan sosial :
1.      Prof. Selo Soemardjan
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya.
2.      Kingsley Davis
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
3.      Samuel Koenig
Perubahan sosial dalam masyarakat menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan masyarakat karena sebab-sebab intern dan ekstern
4.      Gillin dan Gillin
Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima yang disebabkan perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,  ideologi maupun oleh adanya difusi atau pun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.


5.      Robert M. Z.Lawang
Perubahan sosial adalah proses ketika dalam suatu sistem sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat diukur yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu.

2.2.1.2 Tipe-tipe Perubahan Sosial
a.       Perubahan Lambat (evolusi) dan Perubahan Cepat (revolusi)
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama dan rentan-rentan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi.Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu.Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.Rentetan perubahan-perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa didalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.Ada bermacam-macam teori tentang evolusi, yang pada umumnya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut.
b.      Perubahan kecil dan Perubahaan Besar
Perubahan- perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
c.       Perubahan yang Dikehendaki (Intended-Change) atau Perubahan yang direncanakan (Planned-Change) dan Perubahan yang Tidak Dikehandaki (Unintended-Change) atau Perubahan yang Tidak Direncanakan (Unplanned-Change)
Perubahan yang di kehendaki atau di rencanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah di rencanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.Pihak-pihak yang menghendaki perubahan di namakan agent of change yaitu seorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakar sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga masyarakat.Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan di rencanakan terlebih dahulu dinamakan rekayasa sosial (social engineering) atau dinamakan pula perencanaan sosial (social planning). Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa di kehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.Apabila perubahan yang tidak dikehendaki berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki.

2.2.1.3  Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial
1.      Stratifikasi
Stratifikasi adalah pengelompokan masyarakat kedalam kelas-kelas tertentu secara vertical berdasarkan penghasilan (kekayaan), pekerjaan, pendidikan dan keturunan.Dengan adanya pengelompokan seperti itu biasanya masyarakan mengalami perubahan-perubahan dikelas-kelasnya tersebut.
2.      Komunikasi
Komunikasi merupakan proses yang memungkinkan pertukaran pikiran serta proses yang menyebabkan seseorang memberikan tafsiran tentang perilaku pihak lain mengenai hal-hal apa yang ingin disampaikan pihak itu dan orang yang bersangkutan member reaksi terhadap hal-hal yang ingin disampaikan. Dengan masyarakat yang selalu berkomunikasi bararti mereka dapat bertukar pikiran satu sama lain yang bisa saja dari pemikiran tersebut dapat menciptakan hal-hal baru yang memungkinkan bisa terjadinya suatu perubahan.
3.      Virus N-Ach (Need Achivment)
Merupakan hasrat atau keingin untuk lebih berprestasi dan ingin dihargai.Dengan begitu keinginan tersebut dapat dijadikan motivasi untuk melakukan perubahan dalam hidupnya dan dalam lingkungan sosial.

2.2.1.4  Proses Perubahan Sosial
1.      Difusi
Adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berupa gagasan-gagasan, keyakinan, hasil-hasil kebudayaan, dan sebagainya dari individu ke individu lain, dari suaru golongan ke golongan lain dalam suatu masyarakat atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Ada dua macam difusi dalam masyarakat, yakni :
- Difusi intramasyarakat, adalah difusi unsure kebudayaan antar individu atau golongan dalam suatu masyarakat.
- Difusi antarmasyarakat, adalah difusi unsure kebudayaan dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
2.      Akulturasi
Akulturasi dapat diartikan sebagai proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian budaya sendiri.
3.      Asimilasi
Merupakan proses interaksi antar dua kebudayaan atau lebih yang berlangsung secara intensif dalam waktu yang relative lama sehingga masing-masing kebudayaan tersebut benar-benar berubah dalam wujudnya yang baru yang berbeda dengan wujud aslinya. Berikut beberapa factor pendorong proses asimilasi, yaitu :
- Adanya toleransi antar kebudayaan yang berbeda
- Adanya kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi
- Adanya sikap menghargai terhadap hadirnya orang asing dan kebudayaan yang dibawa
- Adanya sikap terbuka dari golongan berkuasa
- Adanya unsur-unsur kebudayaan yang sama
- Terjadinya perkawinan campuran
- Adanya musuh bersama diluar.
4.      Akomodasi
Merupakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya proses interaksi yang seimbang, baik antara individu dengan individu, antara individu  dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok sehingga terjadi saling pengertian, saling pemahaman, dan saling penghormatan terhadap keberadaan sistem niali dan sistem norma yang berkembang dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

2.2.1.5  Dampak Perubahan Sosial
a.       Dampak Positif Perubahan Sosial
1.      Perubahan terhadap nilai dan sikap menuju ke arah yang lebih baik
2.      Menggalakkan disiplin nasional
3.      Minat masyarakat terhadap ilmu pengetahuan sangat besar
4.      Masyarakat semakin banyak memanfaatkan teknologi dalam beraktivitas
5.      Mendorong masyarakat menggunakan bahasa secara baik dan benar, serta efektif dan efisien
b.      Dampak Negatif Perubahan Sosial
1.      Wasternisasi (gaya hidup kebarat-baratan)
2.      Konsumtif ( cenderung membeli barang padahal barang tersebut bisa dibuat sendiri)
3.      Konsumerisme (hidup boros)
4.      Sekulerisme (menganggap Tuhan sebagai benda atau memisahkan agama dari kehidupan)
5.      Hedonis (mementingkan kesenangan semata)
6.      Kriminalitas

2.2.2        Kebudayaan
2.2.2.1  Pengertian Kebudayan
Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistemagama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
 Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

2.2.2.2  Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, yaitu
1.      Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
a.        alat-alat teknologi
b.      sistem ekonomi
c.       keluarga
d.      kekuasaan politik
2.      Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
a.       sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b.      organisasi ekonomi
c.       alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d.      organisasi kekuatan (politik)

2.2.2.3  Fungsi dan Tujuan Kebudayaan bagi Masyarakat
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia. Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap jika akan berhubungan dengan orang lain di dalam menjalankan hidupnya.
Secara sederhana kebudayaan bertujuan sebagai berikut :
a.       Pedoman hubungan antarmanusia atau kelompok
b.      Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya
c.       Pembimbing kehidupan manusia
d.      Pembeda antara manusia dengan binatang

2.2.2.4  Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dengan perubahan-perubahan kebudayaan. Perbedaan demikian tergantung dari adanya perbedaan pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan. Apabila perbedaan pengertian tersebut dapat dinyatakan dengan tegas , maka dengan sendirinya perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan kebudayaan dapat dibedakan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan.[1][8] Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas. Sebenarnya didalam kehidupan sehari-hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan daan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian walaupun secara teoritis dan analitis pemisanan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan, di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Hal ini jelas adalah perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu kedua bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2.3            Jenis-Jenis Konflik
Adapun mengenai jenis-jenis konflik, dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Personrole conflict : konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang. Konflik ini pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk menaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi.
2.      Inter-role conflict : konflik antar peranan, yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan. Konflik ini dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat negative dwi fungsi diminimumkan.
3.      Intersender conflict : konflik yang timbuk karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang. Ini dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
4.      Intrasender conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan.

2.4            Metode Penyelesaian Konflik
Ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.      Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
2.      Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3.      Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.      Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.      Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

2.5            Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik ada empat bidang struktural dimana konflik sering terjadi :
1.      Konflik hirarkis, yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Manajemen menengah mungkin konflik dengan personalia penyelia, dewan komisaris mungkin konflik dengan manajemen puncak, atau secara umum terjadi konflik manajemen dan para karyawan.
2.      Konflik fungsional, yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional oranisasi. Sebagai contoh klasik, konflik antara departemen produksi dan pemasaran dalam satu organisasi perusahaan.
3.      Konflik lini-staf, yaitu konflik antara lini dan staf. Hal ini sering merupakan hasil adanya perbedaan-perbedaan yang melekat pada personalia lini dan staf
4.      Konflik formal-informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan informal.
Desain organisasi modern juga mengandung situasi-situasi konflik potensial. Secara khusus, organisasi proyek dan matriks secara struktura, menciptakan konflik. Manajer proyek dengan tanggung-jawab tetapi tanpa wewenang, dan manajer pada suatu struktur matriks dengan seorang atasan fungsional serta pimpinan proyek menyajikan situasi-situasi konflik. Seperti telah dikemukakan di muka, bahwa keberadaan konflik dalam desain organisasi modern juga dapat menunjukkan manfaat. Dalam banyak kasus desain organisasi, konflik ternyata dapat sangat membantu manajement.
Konflik sosial dalam teori ini berasal dari upaya merebut dan mempertahankan wewenang dan kekuasaan antara kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya. Hanya dalam bentuk wewenang dan kekuasaan yang bagaimanakah konflik tersebut dapat digambarkan

2.6            Konflik Lini dan Staf
Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi adalah konflik antara anggota – anggota lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini dan staf yang dapat menimbulkan konflik di antara mereka, walaupun perbedaan–perbedaan tersebuta juga dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas–tugas mereka yaitu :
1.      Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :
a.       Staf melangkahi wewenangnya, karena manajer garis merupakan pemegang tanggung jawab atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
b.      Staf tidak memberi nasehat yang bermanfaat, para anggota staf sering tidak terlibat dalam kegiatan operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga saran–sarannya sering tidak terap.
c.       Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer puncak dibanding orang–orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas posisi mereka.
d.      Staf memiliki pandangan sempit, sehingga mempunyai pandangan terbatas dan kurang dapat merumuskan sarannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.
2.      Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan tentang para anggota lini :
a.       Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak bantuan staf ahli, karena mereka ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau karena mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya diminta bantuannya bila situasi benar–benar sudah kritis.
b.      Lini menolak gagasan – gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan menggunakan inovasi dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin menolak perubahan–perubahan tersebut.
c.       Lini memberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh sebab itu mereka kecewa bila saran – sarannya tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.
3.      Beberapa faktor dapat menimbulkan berbagai konflik diantara departemen dan orang – orang lini dan staf. Faktor–faktor tersebut meliputi :
a.       Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menimbulkan “generation gap “.
b.      Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini dapat menimbulkan kejadian–kejadian sebagai berikut : (1). Karena staf sangat spesialis, mungkin menggunakan istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang lini. (2).Orang lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini dan mengganggap mereka tidak dapat diteraplan atau dikerjakan.
c.       Perbedaan sikap, ini tercermin pada : (1). Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung memberikan perintah–perintah kepada orang lini untuk membuktikan eksistensinya. (2). Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan–gagasan yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan masalah – masalahnya. (3).Orang staf selalu merasa dibawah perintah orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasaannya.
d.      Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan secara jelas luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempatnya relatif pada posisi tinggi dekat menajemen puncak. Depertemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.
Untuk menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara jelas menyampaikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu, supaya efektif, departemen–departemen staf harus menyadari bahwa pekerjaan mereka adalah “to sell, not to tell“ artinya “menjual“ kepada departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan “memberitahu” mereka bagaimana menjalankan fungsi.
Bagaimanapun juga staf spesialis perlu ditambahkan dalam organisasi untuk membantu kerja lini agar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin kompleks, dan semua manajer tidak akan menguasai semua kecakapan, pengetahuan maupun ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak efisien bila dikerjakan oleh orang lini, dan sebagainya.
Penanggulangan Konflik Lini dan Staf dapat dikurangi dengan :
1.      Tanggung jawab lini dan staf harus ditegaskan.
Secara umum, para anggota lini bertanggung jawab atas keputusan–keputusan operasional organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa menerima, mengubah, atau menolak saran–saran ahli. Dilain pihak, para anggota staf harus bebas untuk memberikan saran bila mereka merasa hal itu diperlukan tidak hanya bila anggota lini memintanya.
2.      Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.
Saran–saran staf akan lebih realistik bila berkonsultasi terlebih dahulu dengan anggota lini dalam proses penyusunan saran – saran mereka. Konsultasi staf – lini ini juga akan membuat para anggota lini bersedia mengimplementasikan gagasan–gagasan staf
3.      Mengajarkan lini untuk menggunakan staf
Manajer lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf bila mereka mengetahui kegunaan staf spesialis bagi mereka di perusahaan.
4.      Mendapatkan pertanggung-jawaban staf atas hasil –hasil
Para anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan saran–saran staf bila para anggota staf ikut bertanggung jawab atas kegagalan yang terjadi. Pertanggungjawaban ini juga akan membuat para anggota staf lebih berhati–hati dalam menyusun saran–saran mereka.





























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat diminimalisir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dapat merugikan kepentingan organisasi. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi. Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpinannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri. Penyeselaian dari konflik adalah dengan cara menimbulkan sikap dalam diri masing-masing, yaitu rasa saling menghormati, menghargai dan rasa toleransi yang bisa  menghindarkan kita dari permasalahan yang menyebabkan terjadinya suatu konflik.
Perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam segi struktur sosial dengan hubungan sosial. Dimana perubahan itu tidak akan pernah berhenti karena setiap orang mempunyai pikiran dan kegiatan yang berbeda-beda. Perubahan sosial berhubungan dengan kebudayaan dan konflik. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan konflik adalah sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat,faham dan kepentingan diantara  dua pihak atau lebih.
Dapat disimpulkan bahawa Konflik adalah perbedaan tujuan,latar belakang ataupun pendiria antara dua orang atau lebih.konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan pendekatan dan pendekatan yang paling baik adalah memecahkan masalah dan kolaborasi yaitu menyelesaikan masalah dengan kedua pihak menang.kemudia konflik juga dapat dikendalikan atau dapat diturunkan instesitasnya dengan berbagai cara diantaranya adalah membentuk forum agar masalah yang terjadi dapat diselesaikan.kemudian yang terakhir adalah metode penyelesaian konflik, dan menurut sayang yang terbaik adalah kompromi yaitu mencari jalan tengah untuk menyelesaikan konflik tersebut.

3.2  Saran
1.      Menanggapi konflik dengan kepala dingin, jangan emosi agar konflik dapat di selesaikan dengan baik.
2.      Meminimalisir ego pada sifat alami diri sendiri saat sedang ada dalam kelompok.
3.      Mengutamakan kepentingan bersama, jika mempunyai pendapat sosialisasikan bersama anggota kelompok yang lain.
4.      Motivasi rekan atau bawahan dengan apresiasi secara benar karena dukungan sangat penting dalam menyelesaikan masalah.
5.      Menghargai setiap pendapat yang disampaikan atau yang diutarakan.
6.      Selalu berfikir positif setiap ada masukan pendapat.
7.      Menyelesaikan setiap masalah yang timbul sampai tuntas.
8.      Menghindari konflik dengan berkomunikasi baik sesama anggota.
9.      Memanfaatkan setiap ide atau pendapat yang masuk.
10.  Keterbukaan pada setiap anggota kelompok harus ada agar dapat menyelesaikan konflik dengan baik dan tidak berlarut-larut.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lembar Karya Nyata Instruktur Kursus Komputer Provinsi Banten to Nasional

Makalah Manajemen (Dinamika Konflik dalam Organisasi)